Total Tayangan Halaman

Selasa, 12 Juni 2012

PENGENDALIAN GULMA DI LAHAN SAWAH


PENGENDALIAN GULMA DI LAHAN SAWAH

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Pangan merupakan kebutuhan manusia yang paling mendasar, sehingga ketersediaan pangan khususnya beras bagi masyarakat harus selalu terjamin. Dengan terpenuhinya kebutuhan pangan, maka masyarakat akan memperoleh hidup yang tenang dan akan lebih mampu berperan dalam pembangunaan.
Permasalahan pangan sepertinya tak pernah lepas dari kehidupan bangsa Indonesia, terutama petani yang merupakan masyarakat mayoritas Indonesia. Diantara berbagai masalah pangan yang sedang diderita Indonesia, ketergantungan terhadap bahan pangan tertentu misalnya beras dan gandum merupakan hal yang paling memprihatinkan karena menyebabkan ketahanan pangan nasional menjadi rapuh.
Salah satu faktor yang menyebabkan rendahnya hasil beras baik kualitas dan kuantitas adalah gangguan gulma. Gulma sebagai organisme pengganggu tanaman (OPT) termasuk kendala penting yang harus diatasi dalam peningkatan produksi padi di Indonesia. Penurunan hasil padi akibat gulma berkisar antara 6-87 %. Data yang lebih rinci penurunan hasil padi secara nasional akibat gangguan gulma 15-42 % untuk padi sawah dan padi gogo 47-87 % (Pitoyo, 2006).
Program pengendalian gulma yang tepat untuk memperoleh hasil yang memuaskan perlu dipikirkan terlebih dahulu. Pengetahuan tentang biologis dari gulma (daur hidup), faktor yang mempengaruhi pertumbuhan gulma, pengetahuan mengenai cara gulma berkembang biak, menyebar dan bereaksi dengan perubahan lingkungan dan cara gulma tumbuh pada keadaan yang berbeda- beda sangat penting untuk diketahui dalam menentukan arah program pengendalian. Keberhasilan dalam pengendalian gulma harus didasari dengan pengetahuan yang cukup dan benar dari sifat biologi gulma tersebut, misalnya a) dengan melakukan identifikasi, b) mencari dalam pustaka tentang referensi gulma tersebut c) serta bertanya pada para pakar atau ahli gulma. Ketiga cara ini merupakan langkah pertama untuk menjajaki kemungkinan cara pengendalian yang tepat (Sukma dan Yakup, 2002).
1.2 Identifikasi Masalah
1. Jenis gulma apa saja yang terdapat pada lahan padi sawah
2. Bagaimana cara pengendalian gulma pada padi sawah

1.3 Maksud dan Tujuan
            Maksud dan tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui jenis-jenis gulma yang ada di lahan sawah dan bagaimana cara pengendaliannya.

1.4 Kegunaan
            Kegunaan dari makalah ini adalah diharapkan mahasiswa mengetahui jenis-jenis gulma yang ada di lahan sawah serta mengetahui cara pengendalian gulma di lahan sawah tersebut.


 

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Jenis Gulma pada Padi Sawah
Jenis gulma yang umumnya tumbuh pada ekosistem padi sawah, adalah gulma yang tahan genangan. Terdapat 33 jenis gulma yang sering dijumpai tumbuh di pertanaman padi sawah dengan perincian 10 jenis dari golongan rumput, 7 jenis golongan teki dan 16 jenis golongan daun lebar. Namun demikian beberapa gulma dominan yang perlu diketahui dari tiap golongan disajikan dalam tabel berikut.
Tabel 1. Nama dan Golongan Gulma Dominan di Areal Persawahan
Golongan Rumput
Golongan Teki
Golongan Daun Lebar
Paspalum distichum
Cyperus difformis
Monochoria vaginalis
Echinochloa crusgalli
Cyperus iria
Marsilea crenata
Leersia hexandra
Scirpus juncoides
Limnocharis flava
Leptochloa chinensis
Fimbristyllis littoralis
Spenochlea zeylanica

Berdasarkan kedalaman airnya, sifat pertumbuhan gulma dikenal dua tipe, yaitu gulma lahan sawah perawakan tegak dan gulma yang tumbuh menjalar. Salah satu gulma yang tumbuh menjalar ialah Salvinia molesta. Akibat adanya gulma ini menyebabkan oksigen yang terlarut dalam sawah rendah, intensitas cahaya rendah, bisa terjadi eutrofikasi (adanya daun-daun tua) yang menyebabkan kadar CO2 yang terlarut tinggi.
Gulma golongan teki yang terdapat di pertanaman padi sawah antara lain Cyperus difformis, Cyperus kyllingia, Scirpus formicoides, Fimbristylis littoralis gulma tersebut tidak terlalu menimbulkan gangguan ekonomis, sehingga masih dapat ditolelir.
         
Paspalum distichum
Gulma yang biasa terdapat di padi lahan sawah basah dan kering, termasuk kedalam golongan rumput, perkembangbiakan vegetatifnya dengan menggunakan akar stolon, dan gulma ini termasuk gulma yang menjalar. Pembajakan yang tanggung menyebabkan populasinya semakin menyebar, hal tersebut dikarenakan ketika dilakukan pembajakan alat perkembangbiakan vegetatifnya (stolon) terputus dan terbawa. Sehingga menyebabkan gulma tersebut menyebar ke tempat lain.
  
Echinochloa colonum
Merupakan gulma yang biasa ditemui di lahan sawah basah dan kering. Gulma ini termasuk kedalam golongan rumput, merupakan gulma semusim, perkembangbiakannya secara generatif yaitu dengan menggunakan biji. Gulma ini masih satu marga dengan Echinochloa crusgalli (Jajagoan).
      
                                  
Alternanthera philoxeroides
Gulma ini merupakan gulma yang biasa ditemui pada padi lahan sawah basah dan kering. Alternanthera philoxeroides merupakan gulma dari golongan daun lebar, dan perawakannya menjalar. Perkembangbiakan gulma ini secara generatif, dan merupakan gulma tahunan. Gulma ini di Indonesia banyak tersebar, tetapi di Malaysia tidak. Sehingga Alternanthera philoxeroides merupakan gulma karantina.

Cyperus iria
Gulma ini merupakan gulma yang biasa ditemui pada padi lahan sawah basah dan kering. Gulma ini merupakan gulma dari golongan teki, perawakannya tegak, merupakan gulma semusim, dan perkembangbiakan gulma ini dominan secara generatif. Daya saing Cyperus iria tidak terlalu kuat.
  
                                              
Marsilea crenata
Semanggi atau paku bernama ilmiah Marsilea crenata Presl. adalah tanaman yang termasuk kedalam famili Marsiliaceae. Deskripsi menurut buku flora (Steenis,dkk. 2005) ( terjemahan)) adalah tumbuhan dengan daun berdiri sendiri atau dalam berkas, menjari berbilang 4, tangkai daun panjang dan tegak, panjang 2-30 cm, anak daun menyilang, berhadapan, berbentuk baji bulat telur, gundul atau hampir gundul, dengan panjang 3-22 cm dan lebar 2-18 cm, urat daun rapat berbentuk kipas, pada air yang tidak dalam muncul diatas air. Biasanya di temukan di sawah, selokan dan genangan air dangkal.

2.2 Pengendalian Gulma pada Padi Sawah
Dalam pengendalian gulma pada padi sawah setidaknya terdapat 2 teknik pengendalian gulma, yaitu pengendalian secara langsung (manual, fisik, kultur teknis, biologis, dan kimiawi) dan pengendalian tidak langsung (undang-undang karantina).

 2.2.1 Pengendalian Langsung
1. Manual
Pengendalian dilakukan dari tanam sampai < umur tanaman (± 40 hari) dengan tangan tanpa menggunakan alat bantu kerja. Biasanya rumput dicabut dengan tangan lalu dibenamkan dalam lumpur. Untuk jenis gulma yang tidak mati dengan pembenaman dikumpulkan dan dijemur di pematang sawah hingga kering baru dibenamkan. Cara ini terbukti efektif, karena dapat mengendalikan gulma yang berdekatan ataupun dalam rumpun tanaman padi. Kelemahan pengendalian gula dengan cara ini adalah memerlukan banyak tenaga kerja.
2. Fisik
Pengendalian gulma secara fisik ini dapat dilakukan dengan jalan:
Ø  Pemangkasan
Pengendalian dilakukan dengan alat bantu kerja yang berupa gasrok atau landak. Cara pengendalian ini cukup efektif dan cepat, tetapi tidak mampu mengendalikan gulma yang tumbuh berdekatan maupun di dalam rumpun tanaman padi. Hasil penelitian pada PTT menunjukkan bahwa penyiangan dengan cara ini cukup efektif dan bahkan mampu memperbaiki pertumbuhan tanaman. Akar rambut yang tua dirusak oleh alat penyiang sehingga merangsang pertumbuhan akar rambut baru. Akar rambut baru tersebut dapat menyerap usur hara lebih efisien dari dalam tanah.
Ø  Penggenangan
Penggenangan efektif untuk memberantas gulma tahunan. Caranya dengan menggenangi sedalam 15 - 25 cm selama 3 - 8 minggu. Gulma yang digenangi harus cukup terendam, karena bila sebagian daunnya muncul di atas air maka gulma tersebut umumnya masih dapat hidup.

Ø  Pembakaran
Suhu kritis yang menyebabkan kematian pada kebanyakan sel adalah 45 - 550 C, tetapi biji-biji yang kering lebih tahan daripada tumbuhannya yang hidup. Kematian dari sel-sel yang hidup pada suhu di atas disebabkan oleh koagulasi pada protoplasmanya. Pembakaran secara terbatas masih sering dilakukan untuk membersihkan tempat-tempat dari sisa-sisa tumbuhan setelah dipangkas. Pada sistem peladangan di luar Jawa cara ini masih digunakan oleh penduduk setempat. Pembakaran umumnya banyak dilakukan pada tanah-tanah yang non pertanian, seperti di pinggir-pinggir jalan, pinggir kali, hutan dan tanah-tanah industri.
Keuntungan pembakaran untuk pemberantasan gulma dibanding dengan pemberantasan secara kimiawi adalah pada pembakaran tidak terdapat efek residu pada tanah dan tanaman. Keuntungan lain dari pembakaran ialah insekta-insekta dan hama-hama lain serta penyakit seperti cendawan-cendawan ikut dimatikan. Kejelekannya ialah bahaya kebakaran bagi sekelilingnya, mengurangi kandungan humus atau mikroorganisme tanah, dapat memperbesar erosi, biji-biji gulma tertentu tidak mati, asapnya dapat menimbulkan alergi dan sebagainya.

3. Kultur teknis
Ada beberapa praktek pengendalian gulma secara kultur teknik yang dapat dipilih berdasarkan kondisi yang paling menguntungkan (Moody dan De Datta, 1982). Berbagai kultur teknik budidaya padi secara tidak langsung dapat menekan infestasi gulma, diantaranya:
Ø  Pergiliran Tanaman
Pergiliran tanaman bertujuan untuk mengatur dan menekan populasi gulma dalam ambang yang tidak membahayakan. Coontoh : padi – tebu – kedelai, padi – tembakau – padi. Tanaman tertentu biasanya mempunyai jenis gulma tertentu pula, karena biasanya jenis gulma itu dapat hidup dengan leluasa pada kondisi yang cocok untuk pertumbuhannya. Sebagai contoh gulma teki (Cyperus rotundus) sering berada dengan baik dan mengganggu pertanaman tanah kering yang berumur setahun (misalnya pada tanaman cabe, tomat, dan sebagainya). Demikian pula dengan wewehan (Monochoria vaginalis) di sawah-sawah. Dengan pergiliran tanaman, kondisi mikroklimat akan dapat berubah-ubah, sehingga gulma hidupnya tidak senyaman sebelumnya.
Ø  Budidaya pertanaman
Pada budidaya padi pengolahan tanah, penggunaan benih yang murni (bebas dari benih gulma), sistem pengairan, dan varietas padi mempunyai peran dalam mengendalikan gulma secara tidak langsung.
4. Biologis
Pengendalian gulma secara biologis di areal persawahan dilakukan dengan menggunakan serangga, jamur, dan bisa juga dari gulma sendiri. Keadaan tumbuh gulma yang lebat dapat juga dimanfaatkan untuk dapat menekan gulma yang ada di permukaan tanah. Biji-biji gulma yang ada pada permukaan tanah kekurangan O2 dan kelebihan CO2 sehingga biji gulma tidak dapat berkecambah. Hal ini disebabkan karena biji gulma di permukaan tanah terendam oleh air sehingga biji gulma tersebut tidak dapat tumbuh, selain itu sifat gulma yang dapat menekan pertumbuhan gulma lainnya adalah cepat dan lambatnya gulma tumbuh di permukaan air. Walaupun berkecambah tidak dapat menembus (tetap terendam) di bawah permukaan tanah sehingga tidak dapat menekan pertumbuhan gulma di permukaan tanah. Misalnya Salvinia molesta, Azolla pinnata (mengandung 5 % kadar bahan kering gulma). Salvinia molesta mempunyai daya saing yang rendah terhadap tanaman padi.
Keuntungan memanfaatkan Salvinia molesta dalam mengendalikan gulma yang lain ialah Salvinia molesta hanya memanfaatkan zat hara yang terdapat di dalam air sehingga tanaman padi tidak terganggu oleh adanya kompetisi hara. Selain keuntungan, terdapat juga kerugian menggunakan Salvinia molesta sebagai pengendali untuk gulma lain ialah tidak bisa digunakan untuk Tabela, mengambang di permukaan air.

5. Kimiawi
Penggunaan herbisida ataupun zat kimia lain untuk membasmi gulma di lahan persawahan harus dilakukan secara hati-hati dan bijaksana dengan memenuhi 6 (enam) tepat, yaitu:
- Tepat mutu
- Tepat waktu
- Tepat sasaran
- Tepat takaran.
- Tepat konsentrasi
- Tepat cara aplikasinya
Selain itu, harus pula mempertimbangkan efisiensi, efektivitas, dan aman bagi lingkungan. Untuk itu, herbisida dapat dikelompokkan berdasarkan cara kerjanya (kontak atau sistemik), selektivitasnya (selektif atau tidak selektif), dan waktu aplikasinya (pra-tumbuh atau pasca-tumbuh).


a.      Cara kerja herbisida
Ø Herbisida kontak
-          Herbisida ini hanya mampu membasmi gulma yang terkena semprotan saja, terutama bagian yang berhijau daun dan aktif berfotosintesis.
-          Keistimewaannya, dapat membasmi gulma secara cepat, 2-3 jam setelah disemprot gulma sudah layu dan  2-3 hari kemudian mati. Sehingga bermanfaat jika waktu penanaman harus segera dilakukan.
-          Kelemahannya, gulma akan tumbuh kembali secara cepat sekitar 2 minggu kemudian. Contoh herbisida kontak adalah paraquat.
Ø Herbisida sistemik
-       Cara kerja herbisida ini di alirkan ke dalam jaringan tanaman gulma dan mematikan jaringan sasarannya seperti daun, titik tumbuh, tunas sampai ke perakarannya.
-       Keistimewaannya, dapat mematikan tunas - tunas yang ada dalam tanah, sehingga menghambat pertumbuhan gulma tersebut. Contoh herbisida sistemik adalah glifosat, sulfosat.
b.      Selektivitas herbisida
Ø Herbisida selektif hanya membasmi gulma dan tidak mempengaruhi pertumbuhan tanaman.
Contoh :  Herbisida propanil, membasmi gulma golongan berdaun pita, sedangkan herbisida 2,41D amina membasmi gulma berdaun lebar dan teki.
Ø Herbisida Tidak Selektif, herbisida ini dapat membasmi gulma sekaligus tanamannya.
Contoh :   Herbisida glifosat, membasmi semua gulma dan tanaman yang mengandung butir hijau daun.
Selektif tidaknya suatu herbisida tergantung juga takaran yang digunakan. Semakin tinggi takaran yang digunakan, akan semakin berkurang selektivitasnya.
c.       Waktu aplikasi herbisida
Waktu aplikasi herbisida harus disesuaikan dengan tujuan dan sasarannya. Herbisida untuk penyiapan lahan (pra-tanam), dan herbisida untuk pemeliharaan (pra-tumbuh dan pasca-tumbuh) berbeda penggunaannya.
Ø Pra-tanam adalah herbisida di semprotkan kepada gulma yang sedang tumbuh  sebagai penyiapan lahan sebelum tanam.
- Jenis herbisida yang digunakan biasanya herbisida tidak selektif,
- Aplikasi herbisida dilakukan  2-4 minggu sebelum tanam padi
Ø Pra-tumbuh, herbisida yang diaplikasikan sebelum gulma dan tanaman berkecambah, atau herbisida yang diaplikasikan pada gulma belum berkecambah tetapi tanaman sudah tumbuh.
Aplikasi herbisida biasanya dilakukan pada 0-4 hari setelah pengolahan tanah (sebelum atau setelah tanam).
Ø Pasca-tumbuh, aplikasi herbisida ini dilakukan pada gulma dan tanaman sudah  tumbuh.
- Aplikasi herbisida pasca-tumbuh untuk penyiangan dilakukan pada 2-3 minggu setelah tanam padi,
- Gulma tumbuh sudah berdaun 2 - 4 helai.
- Contoh : Herbisida 2,4-D amina, takaran 1,5 liter/ha.
- Aplikasi herbisida pasca-tumbuh untuk penyiapan lahan dilakukan pada 2-4 minggu sebelum tanam padi. Herbisida yang dipakai adalah herbisida tidak selektif, sebagai Contoh adalah herbisida glifosat takaran  4-6 liter/ha.


2.2.2        Pengendalian Tidak Langsung
Pengendalian gulma secara tidak langsung ialah dengan membuat undang-undang karantina hal ini dimaksudkan agar gulma dari luar tidak masuk ke dalam suatu daerah, selain itu juga dengan menggunakan varietas unggul, pemupukan yang berimbang, dan menggunakan bahan tanam atau alat-alat pertanian yang bebas dari biji gulma.



 .


DAFTAR PUSTAKA

Balitpa. 2004. Pengendalian Gulma pada Lahan Sawah. Balitpa Sukamandi.

IRRI. 1996. Standard Evaluation System for Rice. Manila Filipina.

Jasin. 1992. Zoologi Invertebrata untuk Perguruan Tinggi. Penerbit Sinar Wijaya, Jakarta.

Moenandir. 1998. Persaingan Tanaman Budidaya dengan Gulma. Rajawali Press Jakarta.

Sery, A.R., Sunarsi, Idris. 2006. Pengelolaan Keong Mas (Pomacea canaliculata) untuk Pengendalian Gulma pada Tanaman Padi Sawah. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Tenggara.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar